Sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam cukup banyak, Indonesia memiliki berbagai macam industri kimia, baik yang berskala kecil, menengah maupun besar. Ada lima kilang minyak besar yang dimiliki oleh PT. Pertamina, 5 pabrik pupuk berskala besar, serta beberapa pabrik semen dengan kapasitas produksi beberapa juta ton per tahun. semuanya berteknologi tinggi, pabrik-pabrik tersebut mengolah sumber daya alam menjadi produk yang banyak diperlukan masyarakat.
“Meskipun beberapa industri tersebut sebagian sahamnya dimiliki oleh pemodal asing, namun semua pabrik tersebut dijalankan oleh tenaga ahli Indonesia. Bahkan pada dasawarsa terakhir ini, konstruksinya sudah dilakukan secara total oleh tenaga ahli Indonesia,” ungkap Prof. Ir. Rochmadi, S.U., Ph.D di ruang Balai Senat, Senin (26/9).
Prof. Rochmadi mengatakan hal itu, saat dirinya dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknik UGM. Menyampaikan pidato “Perancangan Pabrik, Proses Dan Produk Di Bidang Teknik Kimia”, ia menjelaskan bila melihat lebih detail maka pendirian pabrik-pabrik tersebut berdasar pada sebuah rancangan pabrik, dimana ide proses suatu bahan baku menjadi produk direalisasikan dalam rangkaian peralatan proses yang dirancang berdasar pengetahuan proses kimia, alat-alat industri, ekonomi dan humanitas. “Oleh karena itu, kemampuan merancang pabrik merupakan kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang ahli teknik kimia. Perancangan pabrik merupakan salah satu materi inti dalam pendidikan tinggi teknik kimia,” jelasnya.
Menurut Rochmadi dengan berbagai tingkat kemampuan yang dimiliki hingga saat ini perancangan, konstruksi, operasi dan pengelolaan pabrik kimia sudah dapat dilakukan bangsa Indonesia sendiri. Pada bidang konsruksi pabrik, teknik dan manajemen projek, beberapa kontraktor Indonesia sudah memiliki pengalaman dan mampu bersaing di tingkat dunia, misalnya PT. Rekayasa Industri dan PT. IKPT. “Demikian pula kemampuan dalam hal pengoperasian dan pengelolaan pabrik, bangsa Indonesia sudah membuktikan kemampuannya. Sayang hal ini belum diimbangi di bidang penelitian dan pengembangan industri kimia yang belum terlihat kuat,” terangnya.
Meskipun tidaks semuanya, kata Rochmadi, pada umumnya hasil penelitian terapan yang dihasilkan masih jauh dari penerapan untuk skala industri/komersial. Bahkan boleh dibilang posisi hasil penelitian masih setengah terapan, padahal hasil penelitian dan pengembangan proses yang siap untuk digunakan merancang pabrik perlu mencakup banyak aspek, misalnya aspek keandalan proses dan peralatan, material konstruksi, umur katalisator, hasil samping dan limbah yang dihasilkan. “Masalahnya, penelitian dan pengembangan terhadap aspek-aspek tersebut kadang-kadang tidak dianggap tidak punya nilai ilmiah yang memadai, bila ditinjau secara akademik. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila peneliti dari perguruan tinggi dan institusi penelitian di Indonesia tidak menuntaskan penelitiannya sampai betul-betul menjadi proses yang siap untuk dibangun secara komersial,” papar suami Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc, ayah tiga anak ini. (Humas UGM/ Agung)